Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Meneladani Sosok Termulia Sepanjang Zaman Yang Lahir Pada Tanggal 12 Rabiul Awal


Setiap kali Maulid Nabi Muhammad SAW diperingati, hati ini seperti disentuh kembali oleh kerinduan yang dalam kepada sosok yang tak pernah kita temui, namun begitu kita cintai. Sosok yang diutus bukan sekadar membawa ajaran, tapi memberi contoh hidup nyata yang dalam kelembutannya ada kekuatan, dalam diamnya ada hikmah, dan dalam tindakannya ada kasih sayang yang tak terhingga.

Nabi Muhammad SAW disebut sebagai sebaik-baiknya manusia di muka bumi (baca: Uswatun Hasanah) bukan karena gelar atau status semata, melainkan karena kesempurnaan akhlak dan kemuliaan sikapnya. Beliau adalah pribadi yang tetap tersenyum di tengah caci maki, yang tetap mendoakan ketika dilukai, dan yang lebih memilih memaafkan saat ia bisa membalas.

Maulid bukan hanya tentang mengenang tanggal kelahiran beliau, tapi menjadi cermin bagi kita untuk bertanya: sudahkah kita benar-benar mengenal dan meneladani beliau?

Kita hidup di zaman yang penuh kegaduhan, kebencian, dan perpecahan. Padahal, Rasulullah adalah pribadi yang menyatukan, memaafkan, dan menyebarkan rahmat bagi seluruh alam.

Sebagai umatnya, kita semestinya tidak hanya bangga menyebut nama beliau, tapi juga berjuang meneladani akhlaknya dalam kehidupan sehari-hari. Maulid harus menjadi momentum refleksi: bahwa sebaik-baiknya cinta kepada Nabi, adalah dengan berusaha menjadi seperti beliau. Mungkin kita takkan pernah bisa seutuh beliau, tapi bukankah mencintai berarti juga berusaha meniru?

Di tengah dunia yang kian kehilangan keteladanan, sosok Nabi Muhammad SAW tetap menjadi cahaya yang tak pernah padam. Maka pantaslah jika beliau disebut sebagai manusia terbaik yang pernah hidup, dan kita pun harus bertanya pada diri sendiri apa arti cinta kita kepada Nabi jika tidak tercermin dalam sikap dan tindakan?


Oleh : Hanif (LPP PW IPNU Jateng)