Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Rob Menahun di Pantura Sayung, Tanggung Jawab Siapa?


Sumber Photo: antarafoto.com

jendelapelajar.or.id - Derita panjang akibat banjir rob di kawasan Pantura Sayung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, masih terus membayangi kehidupan warga. Hampir tiap hari, air laut pasang menggenangi jalan penghubung Semarang–Demak itu. Meski sudah berlangsung lebih dari satu dekade, persoalan ini belum juga mendapat penanganan tuntas. Warga dan pengguna jalan pun semakin kehilangan kesabaran.

Salah satunya Rara (30), warga Demak yang setiap hari harus menerjang rob di Jalan Pantura Sayung demi kuliah dan bekerja di Kota Semarang. “Sudah hampir 10 tahun begini terus. Motor saya pernah mogok berkali-kali gara-gara knalpot kemasukan air rob,” ujarnya, Jumat (30/5/2025). Bahkan, knalpot motornya sempat diganti karena keropos dimakan karat akibat paparan air asin yang tak henti.

Rara juga mengeluhkan kemacetan parah yang sering terjadi ketika rob naik. “Biasanya perjalanan satu jam jadi dua jam lebih. Kadang saya harus lewat jalur memutar ke Mranggen, itu tambah 30 menit lagi,” tuturnya.

Tak hanya pengendara, masyarakat sekitar pun merasakan dampak yang berat. Rumah-rumah di pinggir jalan tergenang. Sigit (50), warga Sayung, menyebut anak-anak dan lansia terpaksa mengungsi saat rob datang. “Kalau bulan Mei sampai Juli, itu puncaknya. Air naik tinggi, kami sudah nggak nyaman lagi tinggal di rumah sendiri,” keluhnya.

Masalah Menahun, Solusinya Tak Kunjung Datang
Kondisi ini memantik perhatian banyak pihak, termasuk kalangan mahasiswa. Ketua BEM Universitas Islam Sultan Agung (Unissula), Wiyu Ghaniy, mengatakan pihaknya melakukan kajian tentang dampak banjir rob, terutama terhadap mahasiswa dan dosen yang tinggal di Sayung dan Kaligawe.

“Kami wawancarai para sopir truk, warga, dan pelaku usaha di sekitar lokasi. Hasilnya, semua terdampak. Ekonomi jalanan lesu, kendaraan rusak, rumah-rumah korosi, usaha sepi,” jelasnya. Dalam kajian itu, BEM Unissula mencatat, 35% perabot warga rusak berat, 50% rumah terendam, dan 15% bangunan mengalami kerusakan struktural.

Pihaknya juga telah menyampaikan permintaan audiensi kepada Bupati Demak dan Gubernur Jateng. Tujuannya, mendorong langkah cepat dan konkret. “Kami minta para ahli geologi, kelautan, lingkungan, dan konstruksi dilibatkan. Ini tidak bisa hanya dibiarkan,” tegasnya.

Kerugian Infrastruktur dan Upaya BBPJN
Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Jateng-DIY mengakui bahwa rob menyebabkan kerusakan signifikan pada jalan nasional. Air asin yang bersifat korosif membuat aspal mudah rusak dan berlubang.

“Biaya pemeliharaan meningkat. Padahal, ini jalur vital lintas Jawa. Upaya teknis sudah kami lakukan seperti meninggikan jalan, memperbaiki drainase, dan pasang pompa. Tapi tetap tidak cukup kalau rob terus naik,” ujar Tri Bakti Mulianto, Kepala Bidang Preservasi I BBPJN Jateng-DIY.

Menurutnya, masalah utama rob di Sayung adalah kombinasi antara penurunan permukaan tanah, kenaikan air laut, dan sistem drainase yang terbatas. Sayung yang terletak di dataran rendah kian terancam karena posisi tanahnya turun hingga 10 cm per tahun.

Tol Tanggul Laut, Harapan yang Masih Menggantung
Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi mengungkapkan bahwa salah satu solusi besar adalah pembangunan Jalan Tol Semarang–Demak Seksi 1 yang juga berfungsi sebagai tanggul laut. Namun, proyek ini baru diperkirakan rampung pada 2027.

“Insya Allah, awal 2026, tanggul lautnya sudah bisa fungsional. Itu bisa mengurangi rob,” katanya.

Namun, Bupati Demak Eistianah menilai proyek tol saja tidak cukup. “Masih ada wilayah yang belum terlindungi tanggul. Kami usulkan pembangunan tanggul tambahan ke Bappenas. Tapi masih menunggu dana dari pusat,” katanya.

Ia juga berharap agar pembangunan tanggul tersebut bisa memulihkan akses jalan-jalan kabupaten yang selama ini tergenang rob dan tidak bisa dipakai.

Bukan Sekadar Masalah Air, Tapi Masalah Hidup
Rob di Pantura Sayung bukan hanya persoalan teknis genangan air. Ini adalah soal hancurnya akses ekonomi, terganggunya pendidikan, hilangnya lahan produktif, hingga ancaman terhadap kualitas hidup manusia. Ini soal derita harian yang tak kunjung usai, bagi Rara, Sigit, dan ribuan warga lain yang menggantungkan hidupnya di jalur rob itu.

Maka sudah saatnya, masalah banjir rob ditangani secara serius. Butuh sinergi semua pihak, pemerintah pusat, daerah, akademisi, hingga masyarakat. Karena jika dibiarkan, bukan hanya jalanan yang terendam, tapi juga masa depan generasi pesisir. Rob boleh naik, tapi jangan biarkan harapan masyarakat terus tenggelam.