Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Grebeg Besar Demak, Tradisi dan Warisan Sejarah yang Sarat Makna


Sumber Photo tempo.co

jendelapelajar.or.id - Menyambut Idul Adha 1446 H, Pemerintah Kabupaten Demak kembali bersiap menggelar salah satu tradisi budaya dan religi yang paling dinantikan, yaitu Grebeg Besar Demak. Puncak perayaan ini akan berlangsung pada Jumat, 6 Juni 2025, bertepatan dengan perayaan Hari Raya Idul Adha 1446 Hijriah, dan berpusat di Masjid Agung Demak.

Sebelumnya, dilaksanakan berbagai tradisi sebagai persiapan, salah satunya adalah tradisi Guyangan. Apa itu tradisi Guyangan? Menjelang puncak acara Grebeg Besar, masyarakat Demak lebih dahulu melaksanakan tradisi Guyangan. Tradisi Guyangan merupakan bagian penting dari rangkaian upacara budaya tersebut.

Dilansir dari TribunJateng.com, Tradisi ini digelar pada Selasa, 3 Juni 2025, di halaman Kantor Dinas Pariwisata Kabupaten Demak. Tradisi Guyangan adalah ritual pembersihan spiritual terhadap Kereta Kencana, yang nantinya akan dinaiki oleh Bupati dan Wakil Bupati Demak dalam iring-iringan Prajurit Patang Puluhan.

Iring-iringan ini membawa perlengkapan upacara pencucian pusaka peninggalan Kanjeng Sunan Kalijaga, salah satu agenda utama dalam Grebeg Besar Demak. Selain Kereta Kencana, proses pembersihan juga dilakukan terhadap Kereta Lurah Tamtomo, serta berbagai senjata dan perlengkapan prajurit, seperti keris, tombak, pedang, hingga gong yang akan ditabuh selama prosesi berlangsung. Prosesi Guyangan dipimpin oleh Parogo Guyangan Ki Ahmad Widodo, dimulai dengan doa bersama dan pemotongan tumpeng sebagai simbol rasa syukur. Setelah itu, dilakukan serah tinampi uborampe, yakni penyerahan perlengkapan ritual beserta potongan tumpeng kepada Parogo Guyangan.

“Ritual Guyangan adalah bentuk nyata implementasi kearifan lokal yang tidak hanya memperkuat nilai kebersamaan dan spiritual, tetapi juga menjadi warisan penting yang harus dikenalkan dan diwariskan kepada generasi muda,” ujar Endah Cahyarini, Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Demak (Dinparta). Endah juga menegaskan bahwa seluruh rangkaian Grebeg Besar Demak, termasuk Tradisi Guyangan, mengandung nilai budaya yang tinggi dan berpotensi menjadi daya tarik wisata. Ia mengatakan: “Ritual ini juga menjadi doa bersama agar seluruh prosesi Grebeg Besar dapat berjalan lancar dan selamat tanpa hambatan.”

Sejarah Grebeg Besar Demak Dilansir dari Kompas.com, Grebeg Besar Demak berakar dari tradisi selamatan kerajaan (wilujengan nagari) yang biasa dilakukan oleh para raja Jawa setiap awal tahun baru. Ketika para wali dari Walisongo mulai menyebarkan Islam di abad ke-15, tradisi kerajaan ini kemudian menyatu dengan nilai-nilai Islam. Para wali yang dekat dengan kalangan kerajaan menggagas Grebeg Besar sebagai media syiar agama. Sejarah Grebeg Besar tidak lepas dari peran Sultan Fattah dan Sunan Kalijaga, dua tokoh penting dalam sejarah Kesultanan Demak.

Keduanya menciptakan beberapa bentuk Grebeg sebagai sarana dakwah, antara lain Grebeg Maulid, Grebeg Dal, Grebeg Syawal, serta Grebeg Besar. Awalnya, Grebeg Besar diadakan sebagai peringatan hari jadi Masjid Agung Demak, yang dibangun oleh Sunan Kalijaga, Sunan Bonang, Sunan Gunung Jati, serta Sunan Ampel. Sebelum peringatan hari jadi masjid dilangsungkan, para wali memikirkan cara untuk menarik perhatian masyarakat Demak yang belum memeluk Islam. 

Maka disusunlah acara Grebeg Demak, yang pada awalnya berisi permainan dan pertunjukan kesenian tradisional yang digemari masyarakat. Kesuksesan acara ini membuat semakin banyak masyarakat berdatangan ke Masjid Agung Demak untuk mengikuti Grebeg Demak.